Download mp3 Alquran per Ayat

cara mudah download mp3 Alquran per ayat untuk memudahkan hafalan kita.

Free Ebook Sifat Shalat Nabi

Panduan praktis sifat shalat nabi karya Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin.

Doa untuk Saudara Kita yang Terjajah

doakanlah Palestina, Afghanistan, Irak, Suriah, hingga Kaum Muslim Rohingnya.

Selamat Menikmati

Selamat menikmati catatan-catatan saya :).

19 Sep 2013



Sering kita dengar dari orang-orang di sekitar kita bahwa malam Jumat itu waktunya “sunnah Rosul”. Itu maksudnya (menurut mereka) bahwa malam Jumat adalah waktu yang dianjurkan untuk (maaf) berhubungan suami istri bagi pasangan suami-istri. Ironis sekali ketika istilah “sunnah Rosul” dikonotasikan sebatas (maaf) berjima’ saja. Kalau dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) hal ini yang dinamakan PEYORASI, yaitu perubahan makna yang mengakibatkan sebuah ungkapan menggambarkan sesuatu yang lebih tidak enak, tidak baik, dsb. Atau secara ringkasnya, makna yang sekarang LEBIH RENDAH ketimbang makna aslinya.

Menurut A. Hassan yang dimaksud Sunnah Rosul itu terdiri dari tiga perkara yang diriwayatkan kepada kita yaitu sabdanya, perbuatannya, dan perbuatan atau perkataan orang lain yang dibiarkan oleh beliau Shalallahu ‘alaihi wasallam (Qauluhu, Fi’luhu, Wataqriruhi). (Tarjamah Kitab Bulughul Maram Fashal ke 34, hal. 15—Penerbit Diponegoro Bandung, 2006). Itu artinya, MAKNA SEBENARNYA dari Sunnah Rosul bukanlah BERHUBUNGAN SUAMI ISTRI melainkan segala sesuatu yang Rosul perintahkan dan larang baik itu melalui sabda beliau, perbuatan beliau, atau tanggapan beliau atas perbuatan para shahabat. Menyambung silaturahim itu SUNNAH ROSUL, memanjangkan jenggot itu SUNNAH ROSUL, shalat berjamaah di masjid bagi kaum laki-laki juga termasuk SUNNAH ROSUL, membaca surah Al Kahfi (18) di hari Jumat juga termasuk SUNNAH ROSUL dan lain sebagainya.

Maka dari itu hendaknya kita perlu berhati-hati jangan sampai ikut-ikutan LATAH mengucapkan dan mengartikan “sunnah Rosul” untuk perkara jima’ di malam Jumat saja, salah-salah kita bisa termasuk orang yang MELECEHKAN ajaran Rosululloh. wal’iyadzubillah.

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya, kamu selalu berolok-olok?". [At Taubah:65].

لاَتَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِن نَّعْفُ عَن طَائِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ

Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema'afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. [At Taubah:66].

Wallohu a'lam Bisshowab.

(nawizam)

rossi
alon-alon asal kelakon, begitulah orang Jawa mempunyai ungkapan untuk mengingatkan kita agar senantiasa berhati-hati dalam segala urusan. Ungkapan tersebut jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti pelan-pelan asal terlaksana. Sebuah ungkapan yang sederhana namun syarat makna, secara umum sebuah usaha yang disertai dengan kehati-hatian dalam pelaksanaannya maka akan lebih matang dan lebih  baik hasilnya jika dibandingkan dengan usaha yang tergesa-gesa. Tidak ada salahnya jika kita berhati-hati dalam mengerjakan sesuatu. Karena dengan kehati-hatian itu diharapkan akan melahirkan ketelitian dan menciptakan sebuah kesempurnaan.

masih segar dalam ingatan kita kasus kecelakaan maut yang melibatkan anak dari selebriti tanah air beberapa waktu lalu. Apalagi belakangan diketahui bahwa si bocah yang bernama Dul itu masih sangat muda, belum memiliki SIM, dan mengendarai mobil dalam kecepatan tinggi. Itulah bedanya Si Dul jaman dulu dengan Si Dul jaman sekarang. Kalau Si Dul jaman dulu boro-boro ngebut, opelet bisa hidup dan tidak mogok saja sudah girang bukan main. Nah, kalo si Dul jaman sekarang naiknya mobil Lancer dengan kecepatan yang luar biasa banter entah karena nyetirnya kurang pinter atau pas lagi keblinger akhirnya terjadi kecelakaan yang bikin nyawa orang beterbangan kayak laler. Masya Alloh.

banyak kasus kecelakaan bermula dari ketidakhati-hatian dalam berkendara. Bukankah tujuan kita berkendara itu keselamatan bukannya kecepatan? (kecuali para pembalap yang ada di sirkuit balap). Percayalah, berkendara pelan-pelan akan membuat kita lebih terlihat tampan dan rupawan. nggak percaya? Secara orang yang naik kendaraan dengan pelan ketika berpapasan dengan orang lain akan lebih mudah dikenali dan memiliki kesempatan untuk menyapa orang yang ada di hadapannya (ini masih sangat berlaku di desa dan juga ketika kita berkendara di jalan kecil dan gang-gang komplek). Umumnya, ketika kita menyapa orang dengan sopan saat berkendara maka respon yang akan diberikan kepada kita tentunya adalah respon yang positif, minimal senyuman atau sekedar anggukan. Lain halnya jika kita berkendara dengan ngebut (apalagi di jalan kecil). Mana sempat kita menyapa orang-orang yang kita jumpai, salah-salah malah hampir membahayakan mereka. Dan bisa dipastikan kalau sudah begitu kejadiannya maka sumpah serapah-lah yang akan keluar dari mulut mereka. Tentunya hal ini sangat tidak kita inginkan.

Ingat!! Kebut-kebutan di jalan tidak akan menambah ketampanan sedikitpun, yang ada malah rawan menimbulkan kecelakaan. Sebaliknya berkendara dengan pelan dan sopan maka akan lebih dekat dengan keselamatan. Kalaupun kita sudah berkendara dengan pelan dan sopan masih saja terjadi kecelakaan? yah… mau gimana lagi, yang namanya takdir dari Alloh tidak bisa kita hindari yang penting kita sudah berusaha semampu kita. Ingat!! biar pelan asal tampan! sekian. :)

(nawizam)

1 Agu 2013

 
Rasanya baru kemarin, masih segar dalam ingatan kita saat begitu banyak pesan masuk yang berisi permintaan maaf menjelang Ramadhan. Masih segar dalam ingatan saat orang berbondong-bondong berziarah ke makam leluhur keluarganya menjelang Ramadhan, meskipun kita sama-sama tahu kalau kebiasaan itu belum pernah ada di zaman nabi dulu. Masih segar pula dalam ingatan kita saat ramai polemik penentuan awal Ramadhan yang selalu terulang setiap tahunnya, dan sederet peristiwa-peristiwa yang terasa masih hangat dan rasanya baru terjadi kemarin.

Tidak terasa saat ini kita sudah berada di penghujung Ramadhan, itu artinya tidak lama lagi bulan Syawal akan segera tiba. Ya.. Syawal, bulan yang kehadirannya banyak dinanti oleh kaum muslimin di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Fenomena berebut tiket, hiruk pikuk arus mudik, dan harap-harap cemas turun atau tidaknya THR. Setidaknya hal itulah yang menjadi sorotan menjelang hari raya di negeri kita bernama Indonesia.

Ada fenomena menarik yang perlu kita garisbawahi dan renungi kembali. Di saat hari raya biasanya suasana gembira dan gegap gempita masyarakat kita dalam menyambutnya bahkan ada sebagian dari mereka yang mengartikannya dengan pesta pora. Sibuk berbelanja perabotan rumah tangga hingga rasanya uang belanja sebulan habis tak tersisa dalam sehari saja. Kalau sudah begini tidak ada yang merasa paling diuntungkan kecuali para pemilik toko tempat mereka berbelanja.

Sedikit kita membuka mata melihat dunia menengok keadaan Saudara-saudara kita nan jauh disana. Muslimin Rohingnya di Burma, Palestina, Suriah, dan Mesir negeri asalnya Cleopatra. Mestinya kita prihatin dengan kondisi mereka. Disaat kita bergembira mendengar bunyi rentetan petasan, mereka panik dan menderita karena bunyi rentetan senjata yang ingin menghabisi mereka. Disaat kita bergembira berkumpul bersama sanak saudara, mereka merasa sedih tak terkira karena kehilangan anggota keluarga, dan masih banyak lagi keprihatinan-keprihatinan yang seharusnya bisa membuka mata dan hati kita agar kita bisa lebih bijak dalam ber-hari raya. Agar hari raya kita menjadi penuh makna dan manfaat tidak hanya hura-hura semata.

Saudaraku, bukankah Allah telah mengingatkan kita bahwa sejatinya setiap mukmin adalah Saudara? Lalu dimana rasa empati kita terhadap mereka Saudara-saudara kita jika kita masih berhura-hura sementara mereka menderita? Saudara macam apa kita jika membiarkan makanan tersisa tak berguna sementara mereka kelaparan dan merana? Saudara macam apa kita jika untuk mendoakan mereka saja tidak bersedia apalagi menyumbang harta, jiwa dan raga? Bukankah semua yang kita miliki di dunia ini akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah kelak? Bukankah tidak ada yang bisa kita sembunyikan dengan alasan ini dan itu di hadapan Allah?

Mari Saudaraku, sekali lagi saya mengajak kita sekalian untuk menjadi seorang muslim yang cerdas dan bijak. Bijak dalam segala tindakan dan perbuatan, termasuk bijak dalam berhari raya dan memanfaatkan harta.

SELAMAT (menyambut) IDUL FITRI 1434 H




(nawizam)

14 Jun 2013


Istilah “mantan” dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) sebenarnya berarti  bekas pemangku jabatan (kedudukan) namun dalam keseharian kita terutama anak muda, istilah mantan itu selalu konotasinya mengarah ke “bekas pacar/gebetan”. Yah.. begitulah kita sering mendengar dan menggunakan kata “mantan” tersebut untuk menyebut seseorang yang sudah tidak kita miliki lagi. Pada hari Minggu, 9 Juni 2013 lalu digelar pertandingan bertema Corazon Classic Match antara Real Madrid Legend vs Juventus Legend. Dalam pertandingan tersebut mempertemukan para legenda hidup dari kedua tim sepakbola asal Eropa tersebut. Beberapa pemain yang tampil dalam laga tersebut sangat saya kenal (atau lebih tepatnya tahu) terutama para punggawa Juventus yang bermain di akhir era 90-an seperti Moreno Toricelli, Paolo Montero, Angelo Peruzzi, Zinedine Zidane, dan lain sebagainya.

Saya sangat mengenali wajah-wajah mereka karena memang sejak duduk di bangku sekolah dasar saya sudah gemar menyaksikan sepak bola Eropa, khususnya liga Italia Serie-A (karena pada waktu itu begitu heboh di negeri kita). Nah, satu-satunya klub yang saya sukai ketika itu adalah Juventus. Saking sukanya saya dengan klub asal kota Turin tersebut  sampai-sampai ayah saya (Allohu yarkham) selalu memanggil dengan sebutan “pentus” saat membangunkan saya. Tidak hanya itu, saya selalu mengikuti perkembangan klub tersebut mulai dari nama para pemain berikut nomor punggunya saya hafal di luar kepala ketika itu dan saya selalu membanggakan mereka di depan teman-teman pendukung tim lain. Hal itu terus berlangsung hingga saya remaja dan beranjak dewasa.

Nah, kembali lagi ke urusan mantan. Dahulu, karena saking cintanya saya dengan klub berjuluk La Vecchia Signora (Si Nyonya Tua) alias Juventus maka seolah-olah Juventus adalah kekasih saya. Saya akan bahagia ketika tim meraih kemenangan demi kemenangan serta kejuaraan dan akan sedih ketika tim tersebut kalah. Ternyata fenomena seperti ini tidak hanya saya seorang yang mengalaminya, beberapa teman juga ada yang berperilaku demikian. Bahkan pernah ketika SMP dulu ada teman yang tidak masuk sekolah hanya karena tim kesayangannya kalah dan dia malu kalau-kalau menjadi bahan ejekan teman-teman lainnya di sekolah. Ada pula teman yang rela nraktir bakso atau mie ayam karena tim kesayangannya menjadi juara kompetisi di akhir musim. Masya Alloh…. kalau teringat kejadian-kejadian itu saya sering senyum-senyum sendiri (tentunya setelah memilih tempat dan waktu yang tepat, hehe…)

Seiring berjalannya waktu dan semakin beranjak dewasa saya mulai berpikir bahwa apa yang selama ini saya lakukan itu tidak baik dan tidak sesuai dengan fitrah sebagai seorang muslim. Fanatisme dan militansi yang tidak semestinya saya berikan kepada tim sepak bola yang tidak memberikan manfaat apa-apa pada kehidupan saya sudah melalaikan dari apa yang semestinya saya berikan untuk dien (agama) dan untuk Alloh. Semakin hari semakin jauh dan semakin renggang hubungan saya dengan Juventus dan akhirnya dengan berat hati saya katakan “putus” dari Juventus dan segala bentuk fanatisme serta militansi kepadanya yang selama ini saya berikan, hiks.. hiks…  (nglebay).

Lama sekali tidak mengikuti perkembangan informasi tentang klub tersebut membuat saya terkejut ketika pada 2011 lalu mendengar kabar bahwa “mantan kekasih” meraih gelar scudetto-nya yang ke 30 setelah sempat terbenam ke Serie-B karena kasus Calciopoli. Tersirat rasa bahagia dalam diri ini layaknya mendapat kabar gembira dari seseorang yang pernah dicintai selama bertahun-tahun di masa lalu namun segera saya sadar bahwa toh itu tidak akan mempengaruhi kehidupan pribadi saya. Apakah ini pertanda saya sudah bisa move on darinya? hehe… Sebagai penggemar sepak bola akan lebih nyaman ketika kita menyaksikan sebuah pertandingan tanpa adanya fanatisme (berlebihan) pada tim tertentu, itu berarti bahwa siapapun yang menang kita akan merasa bahagia dan tetap terhibur dengan permainan yang kita saksikan.

Saudaraku, sudah sepantasnya dan seharusnya segala bentuk militansi dan fanatisme kita cukupkan untuk dien (agama) ini saja, untuk Alloh semata sebagaimana yang sering kita dengar dan ucapkan,

إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
   
"Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Alloh, Robb semesta alam.” (QS Al An’am : 162)

Tidak untuk selainNya, karena tujuan kita diciptakan oleh Alloh bukanlah untuk memuja cinta, wanita, atau sebuah klub sepak bola melainkan untuk beribadah kepadaNya, kepada Alloh Subhanahu wata’ala Robb semesta alam. (nawizam)

10 Jun 2013


Sabtu sore kemarin saya mendapat sms dari teman yang memberitahukan bahwa salah seorang sahabat terbaik kami semasa di SMA dulu telah meninggal dunia di Cikarang. Rasa kaget, bingung, dan setengah tidak percaya-pun bercampur menjadi satu. Saya putuskan untuk menghubungi teman-teman yang lain untuk memastikan kebenaran kabar tersebut namun apa yang terjadi sungguh sangat tidak mengenakkan, kalau istilahnya Pak Kus (guru kimia SMA saya) mungkin ini yang namanya “the law of dilalah” ya, hukum ndilalah. Beberapa teman yang saya kirim sms tidak ada yang memberi balasan hingga kuota paket sms saya habis. Saya putuskan untuk menelpon eh… ndilalah pulsa habis pula, segera saya minta bantuan tukang pulsa untuk mengisi pulsa, eh… ndilalah pending dan nggak nyampe-nyampe. Tring… kemudian muncul ide untuk mengontak teman via BBM, eh.. eh.. tunggu dulu, saya kan nggak punya BB?! haduuuh…. terlalu…

akhirnya kepastian kebenaran kabar meninggalnya sahabat kami tersebut datang lewat facebook, saya lihat di timeline facebook-nya sudah banyak ucapan belasungkawa dan doa dari rekan-rekan yang lain. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un… selamat jalan sahabatku, semoga Alloh mengampuni dosa-dosamu, memaafkan kesalahanmu, memberikan tempat yang mulia bagimu, serta melapangkan kuburmu.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ [وَعَذَابِ النَّارِ

---o0o---

keesokan harinya saya bersama beberapa teman ta’ziyah ke rumah duka yang lokasinya tidak jauh dari perlintasan kereta api Kutowinangun. Pada kesempatan itu saya bisa berjumpa dengan beberapa teman sewaktu di SMP-SMA (sungguh, ini bukan tujuan utama saya datang ta’ziyah tetapi cukup menyenangkan bisa bersama-sama mereka lagi meski dalam suasana duka). Menjelang dzuhur acara pemakaman selesai dan sayapun kembali ke rumah dengan membawa begitu banyak hikmah dan ibrah. Saya tak habis pikir, jika seandainya ketika itu saya yang meninggal dunia. Timbul pertanyaan besar di benak saya. APA YANG SUDAH ENGKAU PERSIAPKAN? astaghfirullohal ‘adzim….

Bukankah kematian itu pasti? bukankah kematian itu jika sudah waktunya tidak ada lagi kata “nanti”? bukankah kematian itu datangnya tanpa permisi? bukankah…. ah .. sudah sering diri ini melihat kematian tetapi sesering itu pula diri ini lalai mempersiapkan bekal untuk menjemputnya. Cukuplah kematian sebagai nasihat, cukuplah kematian menjadi pengingat bahwasannya dunia ini hanya sesaat dan yang kekal itu adalah akhirat. Yaa Ghoffar… ighfirli..

Sore hari saat berbincang-bincang dengan kakak, saya sampaikan kisah meninggalnya sahabat saya. Saya juga katakan bahwa dia baru saja menikah beberapa bulan lalu, tiba-tiba keponakan saya yang masih duduk di kelas 3 Sekolah Dasar menyaut “alhamdulillah….” karena merasa aneh dan kaget saya berkata padanya “hush… kok alhamdulillah? bukannya innalillah?”. Keponakan saya menjawab “alhamdulillah temen Om meninggal setelah menikah, coba kalau belum menikah terus meninggal? Bakalan berdosa dia Om!Duarrr….. bagai disambar gledhek di siang bolong, dan saya pun bengong… astaghfirulloh… mak jleb sekali perkataan keponakan saya ini. Sekali lagi saya yakin bahwa nasihat datangya bisa kapan saja, dimana saja dan melalui siapa saja, bahkan melalui seorang anak kecil yang belum baligh-pun bisa. Hmm… belum tau dia kalau Omnya sedang berjuang keras untuk menggenapkan separuh diennya (batin saya). :)

Allohumma yassir umurona…
(nawizam)