Rasanya baru kemarin, masih segar dalam ingatan kita saat begitu banyak pesan masuk yang berisi permintaan maaf menjelang Ramadhan. Masih segar dalam ingatan saat orang berbondong-bondong berziarah ke makam leluhur keluarganya menjelang Ramadhan, meskipun kita sama-sama tahu kalau kebiasaan itu belum pernah ada di zaman nabi dulu. Masih segar pula dalam ingatan kita saat ramai polemik penentuan awal Ramadhan yang selalu terulang setiap tahunnya, dan sederet peristiwa-peristiwa yang terasa masih hangat dan rasanya baru terjadi kemarin.
Tidak terasa saat ini kita sudah berada di penghujung Ramadhan, itu artinya tidak lama lagi bulan Syawal akan segera tiba. Ya.. Syawal, bulan yang kehadirannya banyak dinanti oleh kaum muslimin di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Fenomena berebut tiket, hiruk pikuk arus mudik, dan harap-harap cemas turun atau tidaknya THR. Setidaknya hal itulah yang menjadi sorotan menjelang hari raya di negeri kita bernama Indonesia.
Ada fenomena menarik yang perlu kita garisbawahi dan renungi kembali. Di saat hari raya biasanya suasana gembira dan gegap gempita masyarakat kita dalam menyambutnya bahkan ada sebagian dari mereka yang mengartikannya dengan pesta pora. Sibuk berbelanja perabotan rumah tangga hingga rasanya uang belanja sebulan habis tak tersisa dalam sehari saja. Kalau sudah begini tidak ada yang merasa paling diuntungkan kecuali para pemilik toko tempat mereka berbelanja.
Sedikit kita membuka mata melihat dunia menengok keadaan Saudara-saudara kita nan jauh disana. Muslimin Rohingnya di Burma, Palestina, Suriah, dan Mesir negeri asalnya Cleopatra. Mestinya kita prihatin dengan kondisi mereka. Disaat kita bergembira mendengar bunyi rentetan petasan, mereka panik dan menderita karena bunyi rentetan senjata yang ingin menghabisi mereka. Disaat kita bergembira berkumpul bersama sanak saudara, mereka merasa sedih tak terkira karena kehilangan anggota keluarga, dan masih banyak lagi keprihatinan-keprihatinan yang seharusnya bisa membuka mata dan hati kita agar kita bisa lebih bijak dalam ber-hari raya. Agar hari raya kita menjadi penuh makna dan manfaat tidak hanya hura-hura semata.
Saudaraku, bukankah Allah telah mengingatkan kita bahwa sejatinya setiap mukmin adalah Saudara? Lalu dimana rasa empati kita terhadap mereka Saudara-saudara kita jika kita masih berhura-hura sementara mereka menderita? Saudara macam apa kita jika membiarkan makanan tersisa tak berguna sementara mereka kelaparan dan merana? Saudara macam apa kita jika untuk mendoakan mereka saja tidak bersedia apalagi menyumbang harta, jiwa dan raga? Bukankah semua yang kita miliki di dunia ini akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah kelak? Bukankah tidak ada yang bisa kita sembunyikan dengan alasan ini dan itu di hadapan Allah?
Mari Saudaraku, sekali lagi saya mengajak kita sekalian untuk menjadi seorang muslim yang cerdas dan bijak. Bijak dalam segala tindakan dan perbuatan, termasuk bijak dalam berhari raya dan memanfaatkan harta.
SELAMAT (menyambut) IDUL FITRI 1434 H
Tidak terasa saat ini kita sudah berada di penghujung Ramadhan, itu artinya tidak lama lagi bulan Syawal akan segera tiba. Ya.. Syawal, bulan yang kehadirannya banyak dinanti oleh kaum muslimin di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Fenomena berebut tiket, hiruk pikuk arus mudik, dan harap-harap cemas turun atau tidaknya THR. Setidaknya hal itulah yang menjadi sorotan menjelang hari raya di negeri kita bernama Indonesia.
Ada fenomena menarik yang perlu kita garisbawahi dan renungi kembali. Di saat hari raya biasanya suasana gembira dan gegap gempita masyarakat kita dalam menyambutnya bahkan ada sebagian dari mereka yang mengartikannya dengan pesta pora. Sibuk berbelanja perabotan rumah tangga hingga rasanya uang belanja sebulan habis tak tersisa dalam sehari saja. Kalau sudah begini tidak ada yang merasa paling diuntungkan kecuali para pemilik toko tempat mereka berbelanja.
Sedikit kita membuka mata melihat dunia menengok keadaan Saudara-saudara kita nan jauh disana. Muslimin Rohingnya di Burma, Palestina, Suriah, dan Mesir negeri asalnya Cleopatra. Mestinya kita prihatin dengan kondisi mereka. Disaat kita bergembira mendengar bunyi rentetan petasan, mereka panik dan menderita karena bunyi rentetan senjata yang ingin menghabisi mereka. Disaat kita bergembira berkumpul bersama sanak saudara, mereka merasa sedih tak terkira karena kehilangan anggota keluarga, dan masih banyak lagi keprihatinan-keprihatinan yang seharusnya bisa membuka mata dan hati kita agar kita bisa lebih bijak dalam ber-hari raya. Agar hari raya kita menjadi penuh makna dan manfaat tidak hanya hura-hura semata.
Saudaraku, bukankah Allah telah mengingatkan kita bahwa sejatinya setiap mukmin adalah Saudara? Lalu dimana rasa empati kita terhadap mereka Saudara-saudara kita jika kita masih berhura-hura sementara mereka menderita? Saudara macam apa kita jika membiarkan makanan tersisa tak berguna sementara mereka kelaparan dan merana? Saudara macam apa kita jika untuk mendoakan mereka saja tidak bersedia apalagi menyumbang harta, jiwa dan raga? Bukankah semua yang kita miliki di dunia ini akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah kelak? Bukankah tidak ada yang bisa kita sembunyikan dengan alasan ini dan itu di hadapan Allah?
Mari Saudaraku, sekali lagi saya mengajak kita sekalian untuk menjadi seorang muslim yang cerdas dan bijak. Bijak dalam segala tindakan dan perbuatan, termasuk bijak dalam berhari raya dan memanfaatkan harta.
SELAMAT (menyambut) IDUL FITRI 1434 H
(nawizam)