2 Mei 2013



Tadi malam sempat menyaksikan diskusi (baca: debat) di salah satu TV lokal Semarang, narasumbernya dari berbagai ormas Islam yang cukup familiar di negeri ini. Sayang sekali diskusi (debat) yang harusnya mencari solusi tersebut malah lebih cenderung menghakimi salah satu ormas "baru" yang dianggap "membahayakan" persatuan dan kesatuan kaum muslimin di Indonesia. Ada satu momen yang perlu saya garis bawahi, dan masih sangat jelas dalam ingatan saya saat dimana salah satu tokoh ormas—yang meng-klaim sebagai "omas besar" dan memiliki pengikut yang banyak—mengatakan kepada kubu yang lain dengan perkataan yang sungguh tidak pantas diucapkan oleh seorang panutan umat. Dia,tokoh ormas tersebut,berkata kepada ormas “baru” itu “mereka ini anak kemarin sore dan belum lama ngaji, tahu apa mereka?”

tidak hanya itu, dia juga berulang kali memotong pembicaraan pihak lain yang sedang berusaha mengklarifikasi pertanyaan-pertanyaan dari pembawa acara dengan kalimat-kalimat yang semakin menunjukkan kalau dia berbicara atas dasar nafsu semata. Sungguh sangat tidak layak dan sangat jauh dari akhlak para ulama-ulama generasi terbaik umat ini yaitu generasi para shahabat dan tabi’in dimana mereka—para shahabat dan tabi’in—lebih mengedepankan sifat lemah lembut dan menghargai pendapat orang lain sekalipun usianya jauh lebih muda darinya.

Masih ingatkah kita kisah amirul mukminin Umar bin Abdul Aziz dengan putranya (Abdul Malik)? Ketika itu beliau (Umar bin Abdul Aziz) dalam keadaan luar biasa lelah setelah seharian berurusan dengan urusan kaum muslimin. Sesampainya di rumah beliau hendak qailulah (tidur sejenak menjelang dzuhur) untuk mengurangi sedikit rasa lelahnya. Namun seketika itu juga datanglah Abdul Malik dan berkata, “Apakah ayah hendak tidur sebelum mengembalikan hak orang-orang yang dizalimi?” Amirul mukminin menjawab, “Wahai anakku, aku telah begadang semalaman untuk mengurus pemakaman pamanmu Sulaiman, nanti jika tiba waktu dhuhur aku akan shalat bersama manusia dan akan aku kembalikan hak orang-orang yang dizalimi kepada pemiliknya, insya Alloh.” kemudian Abdul Malik berkata lagi, “Siapa yang menjamin bahwa Anda masih hidup hingga datang waktu dhuhur wahai amirul mukminin?”. Seketika itu juga Umar bin Abdul Aziz terhenyak dan hilanglah semua rasa kantuk yang ada pada diri beliau, kembaililah semua kekuatan dan tekad pada jasadnya yang telah lelah, beliau berkata “Mendekatlah engkau Nak, segala puji bagi Alloh yang telah mengeluarkan dari tulang sulbiku seorang anak yang dapat membantu melaksanakan agamaku.”

Sungguh betapa luar biasanya akhlak seorang ayah sekaligus seorang pemimpin umat yang mau mendengarkan dan melaksanakan nasihat “anak kemarin sore” yang tidak lain adalah putranya sendiri, Abdul Malik. Hal itu membuktikan bahwa beliau (Umar bin Abdul Aziz) adalah pribadi yang jujur terhadap kebenaran dan membuang jauh-jauh sifat sombong yang senantiasa menolak kebenaran karena alasan ini dan itu. Shahabat ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu pernah berkata :

إِنَّ اْلحَقَّ لاَ يُعْرَفُ بِالرِّجَالِ, اِعْرِفِ اْلحَقَّ تَعْرِفْ أَهْلَهُ
“Sesungguhnya kebenaran itu tidak dikenali melalui orang-orang, namun kenalilah kebenaran, niscaya engkau akan mengenali orang-orangnya”.

Jadi, apa yang salah dengan “anak kemarin sore” jika yang mereka katakan dan suarakan adalah kebenaran, tentunya kebenaran yang bersumber dari Al Quran dan Sunnah yang shahih.

wallohu a’lam bisshowab.
(muslimisme/nawizam)

Tagged: , , ,

0 komentar:

Posting Komentar